BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem ekonomi
islam merupakan suatu rahmat yang tak ternilai bagi umat manusia. Seandainya
sistem tersebut dilaksanakan secara menyeluruh dan sesuai dengan ajarannya,
maka akan menjadi sarana yang dapat memberikan kepuasan bagi setiap kebutuhan
masyarakat. Sistem ini akan menjadi sarana yang sangat berguna, adil dan
rasional bagi kemajuan ekonomi masyarakat. Namun demikian, demi suksesnya
pengoprasian ini mempunyai hubungan yang sangat mendalam dan erat dengan ajaran
agama, ideology dan budaya islam, sehingga tidak boleh terpisahkan dari
landasan agama. Banyak sekali keuntungan yang akan dipetik masyarakat apabila
mau mengadopsi sistem ini secara keseuruhan dalam konteks yang lebih luas.
Dengan sistem ini,
tak sedikitpun individu dapat menjadi penentu kesejahteraan masyarakat secara
nasional dan seluruh individu juga tidak dapat dipaksakan kedalam tingkat
ekonomi yang sama. Kondisi yang sehat harus diciptakan dalam masyarakat agar
menjadikan individu mampu memperoleh dan memanfaatkan hartanya untuk memenuhi
keinginannya tanpa membahayakan kesejahteraan orang lain. Karena, kebijkan
ekonomi islam benar-benar berlandaskan pada filosofi dasar dan tata kehidupan
umum. Kebijakan ini mengadopsi kebijakan keseimbangan ekonomi yang paling tepat
dan sempurna didalam memandang individu dan masyarakat.
Sistem ekonomi
dalam islam cukup bertolak belakang dengan sistem ekonomi yang lainnya seperti
liberal dan komunis. Islam sangat mengecam adanya bunga , tetapi bersamaan
dengan itu menciptakan kondisi didalam masyarakat sehingga pinjaman bebas bunga
tersedia bagi orang yang membutuhkannya. Bahkan orang miskin yang meminjam
diberi kelonggaran disaat memahami kesulitan keuangan. Oleh karana itu, dalam
makalah ini penulis akan memaparkan sebagian dari hal-hal yang terkait dengan
sistem ekonomi ajaran islam.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang masalah di
atas, kami menyimpulkan bahwa rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.
Apakah yang di maksud prinsip ekonomi?
2.
Apa perbedaan Antara prinsip ekonomi laba vs zakat?
3.
Apa sajakah masalah pokok ekonomi dalam islam?
4.
Bagaimana kesejahteraan ekonomi menurut pandangan
islam?
5.
Apakah tujuan ekonomi dalam islam?
1.3
Batasan
Masalah
Dalam makalah ini, kami hanya membatasi satu
permasalah saja yaitu “Sistem Ekonomi Islam”
1.4
Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui
1.
Prinsip ekonomi
2.
Prinsip ekonomi laba vs zakat
3.
Islam dan masalah pokok islam
4.
Kesejahtraan
5.
Tujuan ekonomi islam
1.5
Metode
Penelitian
Metode yang kami gunakan untuk
menyusun makalah ini adalah dengan
menggunakan teknik pengumpulan data studi pustaka yang di peroleh melalui studi
kepustakaan yaitu pengumpulan dari berbagai macam buku.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Ekonomi
2.1.1 Pengertian Prinsip Ekonomi
a. Menurut Kamus BesarBahasa Indonesia prinsip adalah kebenaran yang
menjadi pokok dasar berpikir, bertindak dan sebagainya. Sedangkan ekonomi
adalah ilmu tentang asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang
serta kekayaan( seperti hal keuangan, perindustrian, dan perdagangan ).
b. Menurut Ensiklopedia Ekonomi
Keuangan Perdagangan, ekonomi adalah suatu istilah yang di pakai untuk setiap
tindakan atau usaha atau proses yang bertujuan akan menciptakan barang- barang
atau jasa-jasa yang di maksudkan akan
memenuhi atau memuaskan kebutuhan manusia..
c. Menurut al-islam khuthuthuna
ridhah kata ekonomi berasal dari bahasa grek kuno atau yunani kuno yang artinya
mengurus urusan rumah tangga, dimana semua anggota rumah tangga yang mampu ikut
ambil bagian dalam mengahsilkan barang-barang, menjalankan pelayanan atau jasa
dan menikmati apa-apa yang mereka peroleh. Kemudian, manusia memperluas
pengertian “rumahtangga” hingga kata itu di kenakan pada kelompok yang di perintah oleh suatu negara.
Dengan demikian, maka yang di maksud dengan kata ekonomi bukan lagi arti
bahasanya yaitu “pembunuhan” dan bukan dalam arti harta.
Jadi, Prinsip ekonomi adalah pedoman dalam
melakukan kegiatan ekonomi dalam rangka mencapai perbandingan rasional Antara
pengorbanan yang di kelarkan dan hasil yang diperoleh. Prinsip ekonomi
menekankan untukmencapai hasil maksiman dengan pengorbanan tertentu atau dengan
pengorbanan seminimal mungkin dalam rangka mencapai hasil tertentu. Ada dua
keuntungan yang bisa diperoleh bila kita menggunakan prinsip ekonomi . pertama
adalah kita dapat memaksimalkan keuntungan ( dengan mendapatkan hasil yang
sebesar-besarnya). Kedua adalah kita dapat meminimalkan kerugian (dengan
pengorbanan yang sekecil-kecilnya). Prinsip ekonomi berlaku baik bagi kegiatan
produksi, kegiatan distribusi maupun dalam kegiatan konsumsi.
2.1.2
Prinsip ekonomi Non Islam dan Islam
a. Prinsip Ekonomi Non Islam
Prinsip ekonomi non islam merupakan prinsip
ekonomi yang lebih mementingkan bagaimana caranya suatu kegiatan ekonomi dapat
menghasilkan keuntungan-keuntungan yang besar. Kegiatan ekonomi ini
dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan respon dari konsumen sasarannya,
sehingga terkadang banyak konsumen yang kurang mampu memebeli, tetapi
memaksakan diri dengan cara apapun untuk membeli. Dalam hal ini, pihak yang
mencari-cari keuntungan tidak akan memperhatikan apa dampak negatif yang akan
timbul, karena mereka sering kali tidak merasakan bagaimana hidup yang serba
pas-pasan.
Guna memahami makna prinsip ekonomi non
islam secara lebih luas, maka berikut ini akan penulis ketengahkan pengertian
prinsip ekonomi non islam sebgaimana yang dikemukakan oleh Tim IDI (2002:26)
sebagai berikut:
”Prinsip ekonomi non islam (zulumat) adalah
prinsip ekonomi yang melandaskan pada pola pikir materialisme, yang menempatkan
manusia sebagai segala-galanya, baik secara kolektif atau komunal, maupun
individual atau liberal.”
Tata aturan yang bersangkut paut dengan
kegiatan ekonomi ditetapkan berdasarkan aturan manusia.Prinsip inilah yang
melandasi ekonomi kovensional pada kurun waktu sejak dunia Barat mendominasi
peradaban. Prinsip ekonomi yang demikian dinyatakan dalam Al-Quran sebagai
penyesat kehidupan, dimana pada akhirnya akan melahirkan peradaban yang saling bakuhantam dan mencari kelengahan
pihak lain demi memperoleh keuntungan yang besar. Pada kenyataannya, ketika
kegiatan ekonomi itu berlandaskan pada sistem ekonomi konvensional, maka
semakin bertambah pula para pelaku ekonomi yang perilakunya menyimpang dari
norma-norma agama. Mereka lebih mendahulukan hawa nafsunya daripada akal
fikiran dan hati nuraninya untuk mengingat dosa-dosa yang akan mereka
pertanggungjawabkan kelak nanti di akhirat.
b. Prinsip Ekonomi Islam
Dikarenakan saat ini banyak sekali
kesenjangan dan ketidakadilan yang terjadi di dalam kegiatan ekonomi yang
berlandaskan pada prinsip ekonomi konvensional, maka pemerintah hendaknya
memperhatikan masalah tersebut dengan menbentuk kebijakan-kebijakan yang dapat
mengurangi kesenjangan dalam kegiatan perekonomian.
Salah satu kebijakan yang diambil oleh
pemerintah untuk meminimalisir masalah tersebut, yaitu dengan menganjurkan
kepada setiap lembaga pereokonomian untuk membentuk cabang lembaga syariah yang
berlandaskan pada prinsip ekonomi islam. Kebijakan tersebut telah dilaksanakan
oleh beberapa lembaga perekonomia yang ada di Indonesia.
Adapun pengertian dari prinsip ekonomi islam
menurut Tim IDI (2002:26) yaitu:
“Prinsip ekonomi yang didasarkan atas konsep
ketuhanan secara fungsional.Maksudnya, hal yang berkaitan dengan kegiatan
ekonomi, ditetapkan berdasarkan aturan Allah swt dalam Al-Quran, sebagaimana
yang dicontohkan oleh Rasulullah.”
Kemudian prinsip-prinsip tersebut dapat kita
ketahui, diantaranya:
- Alam beserta isinya ini mutlak milik
Allah swt.
- Alam merupakan nikmat atas karunia Allah
yang harus dijaga dan dimanfaatkan sesuai dengan batas-batas ketentuan.
- Hasil usaha yang diperoleh manusia
haruslah bersifat halal, serta digunakan untuk hal-hal yang baik dan halal
pula.
- Allah melarang menimbun kekayaan tanpa
ada manfaat bagi sesama manusia, karena di dalam harta orang kaya itu
terdapat hak orang-orang yang membutuhkannya (fakir, miskin, dan
lain-lain).
- Larangan terhadap organisasi anti
sosial, karena dalam pembentukan atau pendirian organisasi (lembaga
perekonomian) haruslah memberikan kesejahteraan bagi individu maupun
masyarakat.
- Harus senantiasa bersyukur ats nikmat
yang diberikan oleh Allah swt. Dalam kehidupan manusia.
Prinsip-prinsip tersebut yang dapat membantu
bangsa ini dari kesenjangan dan ketidakadilan pada kegiatan perekonomian.Sehingga
perilaku ekonomi dalam setiap kegiatan perekonomian dapat terbimbing menuju
arah yang lebih baik dan bijaksana.
2.2 Prinsip
Ekonomi Laba vs Zakat
2.2.1 Pengertian Laba
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia laba adalah selisih lebih antara harga penjualan
yang lebih besar dan harga pembelian atau biaya produksi; keuntungan (yang di
perbungakan uang, dan sebagainya) : modal Rp 50.000 di perolehnya Rp 5.000
sehari; modal Rp 100.000 nya 2% sebulan. Sedangkan menurut Al-qur’an,
As-sunnah, dan pendapat ulama-ulama fiqih dapat kita simpulkan bahwa laba ialah
pertambahan pada modal pokok perdagangan atau dapat juga dikatakan sebagai
tambahan nilai yang timbul karena barter atau ekspedisi dagang. Berikut ini
beberapa aturan tentang laba dalam konsep lain :
a.
Adanya harta atau uang yang di khusukan untuk
perdagangan
b.
Mengoprasikan modal tersebut secara interaktif
dengan dasar unsur-unsur lain yang terkait untuk produksi seperti usaha dan
sumber-sumber alam
c.
Mengoposisikan harta sebagai objek dalam pemutarannya
karena adanya kemungkinan- kemungkinan pertambahan atau pengurangan jumlahnya
d.
Sematnya modal pokok yang berarti modal bias di
kembalikan
1)
Dasar-Dasar
Pengukuran Laba Dalam Islam
a. Taqlib dan Mukhatarah (Interaksi dan Resiko
) Laba adalah hasil dari perputaran modal melalui transaksi bisnis ,
seperti menjual dan membeli, atau jenis-jenis apa pun yang dibolehkan
syar’i. Untuk itu, pasti ada kemungkinan bahaya atau resiko yang akan
menimpa modal yang nantinya akan menimbulkan pengurangan modal pada suatu
putaran dan pertambahan padaputaran lain. Tidak boleh menjamin
pemberian laba dalam perusahaan–perusahaan mudharabah dan musyarakah.
b. Al – Muqabalah, yaitu perbandingan
antara jumlah hak milik pada akhir periode pembukuan dan hak – hak milik pada
awal periode yang sama, atau dengan membandingkan nilai barang yang ada
pada akhir itu dengan nilai barang yang ada pada awal periode yang
sama. Juga bisa dengan membandingkan pendapatan dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk mendapatkan income (pendapatan) .
c. Keutuhan modal pokok, yaitu
laba tidak akan tercapai kecualli setelah utuhnya modal pokok dari segi
kemampuan secara ekonomi sebagai alat penukar barang yang dimiliki sejak
awal aktivitas ekonomi.
d. Laba dari produksi,
Hakikatnya dengan Jual Beli dan Pendistribusian, yaitu
Pertambahan yang terjadi pada harta selama setahun dari semua aktivitas
penjualan dan pembelian, atau memproduksi dan menjual yaitu dengan pergantian
barang menjadi uang dan pergantian uang menjadi barang dan seterusnya ,
maka barang yang belum terjual pada akhir tahun juga mencakup pertambahan yang
menunjukkan perbedaan antara harga yang pertama dan nilai harga yang sedang
berlaku.
Berdasarkan niali ini, ada dua macam laba yang terdapat pada akhir tahun, yaitu
laba yang berasal dari proses jual beli dalam setahun dan laba suplemen, baik
yang nyata maupun yang abstrak karena barang –barangnya belum terjual.
e. Penghitungan nilai barang di akhir tahun Tujuan penilaian sisa barang yang
belum sempat terjual di akhir tahun adalah untuk penghitungan zakat atau untuk
menyiapkan neraca-neraca keuangan yang didasarkan pada nilai penjualan yang
berlaku di akhir tahun itu, serta dilengkapi dengan daftar biaya-biaya
pembelian dan pendistribusian. Dengan cara ini, tampaklah perbedaan
antara harga yang pertama dan nilai yang berlaku yang dapat di anggap sebagai
laba abstrak. Proses penilaian yang di dasarkan pada nilai pasaran ( penjualan) itu berlaku untuk barang
dagangan, sedangkan penilaian pada modal tetap berlaku untuk menghitung
kerusakan –kerusakan ( yang merupakan salah satu unsure biaya produksi), maka
penilainnya harus berdasarkan harga penukaran .
2) Cara Pengukuran Laba Dalam
Islam
Dalam islam, metode penghitungan laba
didasarkan pada asas perbandingan. Perbandingan itu adakalanya antara
nilai harta di akhir tahun dan di awal tahun, atau perbandingan antara harga
pasar yang berlaku untuk jenis barang tertentu di akhir tahun dan di awal tahun
, atau juga bisa antara pendapatan –pendapatan dan biaya – biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan income –income tersebut.
a.
Cara
Pertambahan pada Modal Pokok
Laba
= nilai harta pada akhir tahun - modal pokok di awal tahun
Metode ini didasarkan pada pemikiran bahwa laba yang merupakan pertumbyhan pada
modal pokok itu merupakan hasil dari proses petukaran barang dalam periode
waktu tertentu.
Contoh:
Tanggal 11 Juli 2002, Tuan Kamal mulai berdagang dengan
modal Rp100.000.000 . Pada akhir tahun , kekayaan
/ harta yang dimiliki Tuan Kamal sebagai berikut uang tunai Rp 45.000.000,
piutang Rp 50.000.000, dan sisa barang Rp25.000.000. Pertanyaannya adalah
bagaimana cara menghitung laba yang menjadi hak tuan kamal?
Jawab:
Total Harta /kekayaan pada akhir tahun
= Rp 45.000.000 + Rp
50.000.000 + Rp 25.000.000
= Rp 120.000.000
Modal Pokok = Rp
100.000.0000
Laba = Rp 120.000.000
- Rp 100.000.000
= Rp
20.000.000
b. Metode perbandiangan antara nilai
barang yang ada di awal dan akhir tahun
Laba = ( nilai seluruh kekayaan di akhir tahun + nilai penjualan
selama setahun) - ( nilai barang yang ada di awal tahun + biaya pembelian
barang selama setahun )
Metode ini didasarkan pada pengukuran nilai kekayaan yang ada pada awal tahun
dengan nilai barang yang ada pada akhir tahun, dengan langsung menghitung
nialai barang-barang yang dibeli dan dijual dalam setahun. Metode ini
cocok untuk perusahaan yang memakai sistem transaksi tunai.
c. Metode Penganggaran
( Hak –hak milik murni pada awal tahun )
Laba = Hak milik bersih akhir tahun - Hak milik bersih awal
tahun
Yang dimaksud dengan hak kepemilikan bersih ( jaminan keuangan bagi si pemilik
perusahaan) ialah nilai barang –barang yang ada dikurangi dengan jumlah nilai
permintaan yang masih akan dikeluarkan atau dibayarkan perusahaan.
Penerapan metode ini harus menggunakan informasi yang lengkap terhadap
barang – barang perusahaan serta semua permintaan atau pesanan sejak awal tahun
sampai akhir tahun.
2.2.2 Pengertian Zakat
Kata
zakat berarti menumbuhkan, memurnikan, mensucikan, memperbaiki, yang berarti
membersihkan diri yang di dapatkan setelah pelaksanaan kewajiban membayar
zakat. Seseorang dikatakan berhati suci dan mulia apabila ia tidak kikir dan
tidak terlalu mencintai harta (untunk kepentingan diri sendiri). Harta
merupakan seseuatu yang di sayangi orang dan setiap orang mencintai hartanya
serta sumber-sumber kekayaan lain. Akan tetapi orang membalanjakan hartanya
untuk orang lain akan memperoleh kemuliaan dan kesucian. Inilah pertumbuhan dan
kemuliaan sebenarnya yang ia peroleh dengan membayar. Hal ini dikarenakan zakat
merupakan aspek kerohanian dimana kewajiban ini tidak di kenakan kepada
orang-orang non islam karena mereka tidak dapat di paksakan untuk melakukan
sesuatu ibadah yang di perintah oleh islam. Zakat ini di jelaskan dalam surat
At-Taubah : 103
Artinya
: “ambilah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka.” (At- taubah : 103)
Penerimaan zakat dari banyak
orang oleh rosululloh di katakana sebagai suatu ibadah mensucikan mereka dari
kekotoran hartanya. Kata zakat itu sendiri menunjukan bahwa harta yang di
belanjakan secara tidak bijaksana baik untuk kepentingan diri sendiri ataupun
orang lain akan menimbulkan keburukan di dalam masyarakat (dengan cara
menggalakan industry-industri yang tidak produktif sehingga menimbulkan
pertentangan dan perbedaan). Selanjutnya di nyatakan dalam surah Al-baqarah :
265
Artinya
: “dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari
keridoan Alloh SWT. dan untuk keteguhan jiwa mereka (Al-baqarah : 265)
b. Zakat Merupakan Pajak Atau Kewajiban
Agama
Beberapa ahli ekonomi islam menganggap zakat
merupakan sejenis pajak karena zakat memenuhi beberapa persyaratan perpajakan.
Sumbangan biasa yang memenuhi persyaratan di bawah ini oleh para ahli ekonomi
di anggap sebagai pajak.
(a)
Pembayaran yang di wajibkan
(b)
Tidak ada balasan atu imbalan
(c)
Di wajibkan kepada seluruh masyarakat suatu Negara
Sedangkan zakat memenuhi persyaratan pertama dan
kedua saja akan tetapi persyaratan ketiganya tidak. Zakat adalah pembayaran
yang di wajibkan dan tidak ada balasan atau imbalan atas pembayaran tersebut,
akan tetapi hanya di kenakan kepada orang muslim di Negara itu sedangkan
orang-orang non islam terbebas dari kewajiban membayar zakat. Oleh karena itu, zakat
bukanlah suatu pajak dalam arti yang sebenarnya.
Sebenarnya zakat, seperti halnya
menunaikan sholat atau mengerjakan haji, merupakan suatu bentuk ibadah atau
tugas agama yang mempunyai perbedaan psikologis sangat berbeda dengan pajak
biasa. Kebanyakan orang tidak senang membayar zakat kepada pemerintah dan
berulang kali mencoba mengelak untuk membayarnya atau setidak-tidaknya berusaha
untuk menguranginya. Pajak pemerintah merupakan beban yang tidak di sukai
banyak orang. Sebaliknya zakat, merupakan tanggung jawab agama yang di
laksanakan dengan penuh semangat untuk mencari ridho Alloh SWT.
Dengan demikian jelaslah bahwa
zakat bukanlah pajak dalam pengertian biasa tetapi merupakan pajak khusus yang
hanya di wajibkan kepada umat islam di suatu Negara dan mereka bayarkan sebagai
suatu kewajiban agama demi keridhoan Alloh SWT. pendapatan yang di peroleh dari
pengumpulan zakat di anggap suatu pendapatan khusus bagi suatu pemerintah dan
harus di belanjakan untuk kepentingan kitab suci Al-qur’an. Perbedaan antara
pajak dan zakat di ringkas sebagai berikut :
(a)
Zakat adalah kewajiban agama dan merupakan suatu
bentuk ibadah sedangkan zakat biasanya pada umumnya merupakan kebijakan ekonomi
yang di terapkan untuk memperoleh pendapatan bagi pemerintah.
(b)
Zakat di wajibkan kepada seluruh umat islam saja di
suatu Negara sedangkan pajak pada umumnya di kenakan pada seluruh masyarakat
tanpa mempertimbangkan kasta, agama, maupun warna kulit.
(c)
Sumber dan besarnya zakat di tentukan berdasarkan
kitab suci Al-qur’an dan sunnah dan tidak boleh di ubah oleh seseorang maupun
pemerintah. Sebaliknya sumber dan besarnya pajak dapat di ubah dari waktu ke
waktu berdasarkan keperluan pemerintah suatu Negara.
c. Nisab
Zakat (Batas Pembebasan Zakat)
semua jenis harta yang tetap
berada di tangan pemiliknya delama satu tahun di kenakan zakat, dengan syarat
memenuhi atau melebihi minimum yang di tetapkan hukum islam, maka harta itu
akan terbebas dari beban zakat. Untuk setiap jenis harta, islam telah
menentukan batas pembebasan yang di sebut nishab. Batas minimum tersebut bagi
seorang penghutang adalah jumlah harta yang di miliki di kurangi jumlah
hutangnya.
Setelah menghitung jumlah hutang
dan nishab, zakat di kenakan terhadap semua jenis harta sebesar 2 ½ %, untuk
barang tambang dan simpanan 20%, tanah beririgasi 5%, tanah tak beririgasi 10%,
binatang-binatang bervariasi dari 1 hingga 2 ½ %. Dapat di jelaskan bahwa
nishab di perhitungkan secara teliti setelah memberikan batas yang layak yang d
gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Zakat akan dikenakan secara
terpisah terhadap binatang, barang-barang tambang, harta karun, harta simpanan,
emas dan perak,(termasuk barang perhiasan dari keduanya), hasil-hasil pertanian
dan sebagainya. Dalam hal-hal yang menyangkut emas dan perak serta perhiasan-perhiasan
yang berasal dari keduanya, zakat dikenakan berdasarkan total nilai keduanya.
Kedua barang logam tersebut di jumlahkan
nilainya secara bersama kemudian zakat dikenakan terhadap total nilai keduanya.
Batas minimum pembebasan (nishab) terhadap barang-barang seperti disebutkan di
bawah ini:
i.
Emas dan perak, terhadap emas batas nishabnya adalah
7 ½ tolas (atau 3 ons) dan perak 52 ½ tolas (21 ons). Untuk barang perhiasan
nishab di tentukan berdasarkan asal logam yang dibuat.
ii.
Barang-barang tambang dan harta karun, batas
nishabnya yaitu 20% baik yang dimiliki oleh individu maupun Negara, dan di
bayarkan kepada badan zakat.
iii.
Binatang terbak, binatang ternak dikenakan zakat
berkisar Antara 1 hingga 2 ½ %.
iv.
Produk pertanian, zakat yag dikenakan bervariasi Antara
5 hngga 10% dari hasil bumi itu menurut kedaan tanah, misalnya beririgasi atau
tidak.
v.
Barang-barang komersial dan industri, zakat yang
dikenakan adalah 2 ½ % dari semua barang komersial dan industri. Setiap
pedagang dan industrialisis diwajibkan membayar zakat 2 ½ % dari seluruh nilai
total barangnya ke badan zakat.
d.
Prosedur Perindustrian Zakat
1)
Terdapat perbedaan pendapat diantara ahli fiqih
yaitu apakah dana zakat itu di bagikan sama rata kepada delapan golongan yang
berhak mendapatkan atau harus di belanjakan untuk semua golongan secara
bersama. Kita tidak perlu membicarakan pembagian ini secara terperinci karena
seorang kepala Negara mempunyai kekuasaan untuk menentukan jumlah pembagian ini
sesuai dengan keadaan dan tuntutan zaman.
2)
Persyaratan kedua adalah berupa jumlah yang harus
kita bayarkan kepada setiap orang yang berhak menerimanya. Sebenarnya tujuan
adanya dana zakat adalah untuk membantu mengatasi persoaalan keuangan orang dan
bukannya menjadikan mereka tergantung. Oleh karena itu, kiranya cukup beralasan
untuk membayar kepada mereka secukupnya sepanjang mengalami kesulitan.
3)
Kemudian di katakan bahwa pembayaran zakat harus
merupakan transper pemilikan kepada penerima dan bukannya pemberi itu ikut
memanfaatkannya baik secara langsung maupun tidak langsung.
4)
Menjadi kewajiban Negara islam untuk menjamin sarana
kehidupan bagi seluruh warganya, baik itu yang beragama islam maupun yang non
islam. Seluruh warganya yang miskin di dalam masyarakat harus diberi jaminan
dari dana zakat.
5)
Selanjutnya, tidak ada suatu yang patut diberikan
kepada keluarga Rasululloh SAW. Selain dari pada dana zakat. Pandangan
seperti ini di dukung oleh hadist
Rasululloh SAW dan dalam hal ini para ahli fikih tidak ada pembedaan pendapat.
2.3 Islam dan Masalah Pokok Islam
Agama islam mempunyai beberapa masalah dalam menjalankan sistem ekonomi
islam. Dan pada makalah ini kami hanya akan membahas enam masalah pokok
perekonomian islam. Dan enam masalah tersebut dapat di pecahkan sebagai
berikut:
a.
Jenis barang dan jasa yang di hasilkan
Barang dan jasa
yang di hasilkan haruslah berupa barang dan jasa yang tidak di larang oleh
agama, seperti barang konsumsi yang di haramkan. (misalkan minuman keras dan jasa
hiburan yang melanggar kesusilaan)
b.
Sistem organisasi produksi barang dan jasa
Islam pada dasarnya
menganut sistem organisasi produksi yang relatif menjamin kebebasan. Karena hak
milik pribadi di akui dalam islam, maka islam mengakui kepemilikan terhadap
factor-faktor produksi pada pribadi-pribadi. Bahkan pada dasarnya islam mengajak
orang atau persyarikatan orang (individu atau lebaga usaha) untuk
mengorganisasikan faktor-faktor produksi dalam usaha menaikan nilai barang dan
jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tujuan mencari laba. Laba yang
wajar adalah laba yang halal menurut islam. Berikut Perbandingan konsep
kepemilikan kapitalisme, sosialisme, dan islam.
Indikator
|
kapitalisme
|
sosialisme
|
Islam
|
Sifat kepemilikan
|
Kepemilikan mutlak oleh manusia
|
Kepemilikan mutlak oleh manusia
|
Alloh adalah pemilik mutlak, sementara manusia memiliki hak kepemilikan
terbatas
|
Hak pemanfaatan
|
Manusia bebas memanfaatkannya
|
Manusia bebas memanfaatannya
|
Pemanfaatan oleh manusia mengikuti ketentuan Alloh
|
Prioritas kepemilikan
|
Hak milik individu di junjung tinggi
|
Hak milik kolektif/ sosial di junjung tinggi
|
Hak milik individu dan kolektif di atur oleh agama
|
Peran individu & Negara
|
Individu bebas memanfaatkan sumber daya
|
Negara yang mengatur pemanfaatan sumber daya
|
Terdapat kewajiban individu dan masyarakat secara propesional
|
Distribusi kepemilikan
|
Bertumpu pada mekanisme pasar
|
Bertunp pada peran pemerintah
|
Sebagian diatur oleh pasar, pemeritah dan langsung oleh Al-qur’an.
|
Tanggung jawab pemanfaatan
|
Pertanggung jawaban pada diri sendiri secara ekonomis teknis belaka
|
Pertanggung jawaban terhadap publik secara ekonomis teknis belaka
|
Pertanggung jawaban terhadap diri sendiri, public dan Alloh di akhir
dunia dan akherat
|
c.
Sistem distribusi yang di pakai
Islam mengakui
adanya lembaga perdagangan sebagai sistem distribusi barang dan jasa dengan menggunakan
alat ukur yang berupa uang. Namun perdagangan ini harus dilaksanakan dengan
menganut asas keadilan. Misalanya tdak boleh menipu timbangan , tidak boleh
menipu kualitas, tidak boleh menipu harga, jual beli harus dilakukan oleh orang
yang akil baligh, tidak dilakukan oleh orang gila dan tidak boleh ada
unsur-unsur paksaan. Pemertaan dalam memperoleh pendapatan tercermin dalam
prinsif larangan untuk memproses menarik laba secara eksploitatif, larangan
untuk menetapkan harga yang tinggi bagi hasil alam. Zakat fitrah sebenarnya
merupakan mekanisme ekonomi yang di jalankan secara sosial. Tetapi zakat
perniagaan, dapat merupakan instrument yang penting dalam mengatasi gejala
inflasi dan depresi.
d.
Pencapaian tingkat efisiensi
Pembagian kerja dan
spesialisasi diizinkan dalam islam. Pembagia kerja dalam berbagai bidang
produksi dan distribusi menurut beberapa ulama dinyatakan sebagai fhardu
kifayah. Ghajali menyatakan bahwa ilmu yang fhardu kifayah pelajari ialah ilmu-ilmu yang mesti di
perlukan guna menyelenggarakan kebutuha-kebutuhan hidup duniawi, seperti
ketabiban, hisab, pedoman-pedoman dasar kerajinan (industry) dan ilmu
kenegaraan. Firman alloh dalam Al- Qur’an surah Az-zuhruf : 32 menyatakan bahwa
Alloh menganugrahkan kelebihan sebagian manusia atas sebagian yang lain, maka
hal itulah yang melahirkan adanya keharusan kerjasama kemasayrakatan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai bentuk.
e.
Pencegahan inflasi dan depresi
Inflasi adalah
gejala melonjaknya harga-harga umum, baik karena permintan yang selalu melebihi
penawaran atau sebab-sebab lain. Secara teoritis, umpamanya terjadi keadaan
terhadap barang modal (investasi) melebihi kapasitas produksi barang investasi
dan barang konsumsi karena semua faktor produksi telah di kerahkan sampai
kapasitas penuh (full employment) maka terjadilah inflasi.
Melonjaknya
permintaan dapat di akibatkan akibat melonjaknya pola konsumsi masyarakat yang
konsumtif, yaitu adanya tambaha pendapatan yang selalu di ikuti oleh tambahan
konsumsi yang tinggi (marginal propercity to consume) yang tinggi.
Pola
konsumsi (duniawi) yang dimikian dapat tumbuh karena sifat masyarakat yang
pemboros, karena demonstration effect (gejala memamerkan kekayaan) yang tidak seimbang denga kemampuan produksi
pada kapasitas penuh pada saat itu.cara-cara memmbelanjakan pendapatan diatur
dalam islam guna encegah tumbuhnya gangguan perekonomian. Dengan adanya
peraturan membayar zakat harta secara progresif maka kemiringan kurva
permintaan dapat mendatar. Zakat harta adalah salahsatu instrument pencegah
inflasi dan zakat sisial merupakan instrument pencegah resensi.
Para
investor dapat menjadi agresif bila keuntungan yang di harapkan dapat melebihi
Bunga yang harus di bayar pada kelompok yang meminjamkan uang. Jadi bunga yang
diizinkan dapat menumbuhkan ekspansi moneter . karena islam melarang riba maka
ekspansi moneterpun dapat di cegah . di lihat dari teori moneter barat, dalam
perekonomian islam, penanaman modal Antara rekan usaha tentu selalu di dasarkan
pada pembagian keuntungan yang adil. Dengan pembagian keuntungan yang adil
Antara anggota syarikat dagang, maka biaya modal selalu dalam keadaan seimbang
dengan keuntungan. Jadi ekspansi moneter dapat dicegah, dan dengan adanya
kewajiban zakat maka ekspansi investasi yang berlebihan dapat di perlunak.
Keadaan
depresi, yang merupakan kebalikan dari inflasi juga dapat terjadi. Dari keadaan
resesi pasaran menjadi sepi transaksi / sepi pembeli. Karena barang dan jasa
kurang laku maka produksi di turunkan, sehigga buruh dan tenaga kerja perlu di
lepas dari pekerjaannya. Pendapatan menjadi menurun dan daya beli merosot.
Depresi ini pun terjadi karena amal perbuatan dan tingkah laku manusia sendiri,
baik kelompok masyarakat konsumen maupun kelompok masyarakat penanam modal.
Masyarakat
yang kikir, dapat semua orang menyimpan pendapatannya di bawah bantal atau
berupa emas dan hanya sedikit berkonsumsi, dapat menyebabkan pasaran menjadi
sepi pembeli dan produksi tidak laku. Kalau produksi tidak laku di jual, pabrik
terpaksa mengurangi kesibukannya dan menganggurkan pekerjanya dan akibatnya
akan banyak pengangguran. Dengan
menganggurnya pekerja, pendapatan masyarakat merosot dan daya beli pabrik
turun. Turunya daya beli mengakibatkan sepinya pasar, dan sepinya pasar
mendorong pabrik menurunkan produksi dan ini akan mengakibatkan poses
pemiskinan masyarakat.
Penyimpanan
uang di bawah bantal adalah ibarat bumi berhenti berputar yang akan membawa
keruksakan pada perputaran ekonomi. Oleh karena perputaran uang dalam prinsif
ekonomi islam , mutlak harus di lakukan. Pola perputarannya dapat di tempuh
dengan beberpa cara :
1)
Perputaran di lakukan langsung oleh pemilik
2)
Perputaran uang di lakukan oleh orang lain yang
tidak punya usaha, dengan pola bagi keuntungan dan tentunya juga berbagi
kerugian.
3)
Perptaran yang di lakukan secara berntai oleh
lembaga keuangan yang netral yang menguasai pasar yang baik di barengi ilmu
statistic. Oleh karenanya kegiatan ini di perantarai oleh para pialang-pialang
yag memang telah menspesialisasikan dirinya di bidang ini. Dari proses jual
beli saham ini terlihat betapa seseorang dapat untung secara cepat dan dapat
juga rugi secara cepat.
4)
Perputaran yang dilakukan melalui jual beli
barang yang pembayarannya dilakukan hari ini, sementara penyerahan barangnya di
laksanakan enam bulan atau satu tahun yang akan datang (future trading). Bukti pembelian hanya
berupa satu sertifikat dengan pencantuman nama barang yang akan dibeli
(commodity) apakah berupa kopi, cengkeh, lada, atau lainnya tapi tidak untuk
semua jenis barang.
5)
Ihtiar pencegahan in-efisiensi
Keadaan-keadaan monopoli dan ologopoli
sering tidak dikehendaki karena keadaan ini menghambat pencapaian keseimbangan
perekonomian dalam titik pemakaian factor produksi pada kapasitas penuh. Wujud
dari in-efisiensi dalam keadaan monopolistik dan oligopolistik yang di rasakan
masyarat adalah tingginya tingkat harga jual bagi konsumen. Karena harga jual
dikuasai oleh para pelaku monopolis dan oligopolies, maka efisiensi pemakaian
factor-faktor produksi sulit tercapai.
Firman Alloh SWT
dalam surah Al-baqarah : 195
“Berinfaklah
kamu dijalan Alloh dan jangan mengantungkan tangan ke tengkukmu dan berbuat
baiklah karena Alloh menyukai orang-orang yang tepat guna. (QS Albaqarah: 195 )
Hadist riwayat
Bukhri dari ibnu abbas,
“Rasululloh SAW
berkata : jangan kamu mencegat orang-orang yang mengangkut makanan ke kota dan
jangan pula orang kota menjualkan barang orang desa.
2.4 Kesejahteraan
2.4.1 Definisi Kesejahteraan
1. Kesejahteraan dalam Pandangan Dunia
Definisi Kesejahteraan dalam konsep dunia modern adalah
sebuah kondisi dimana seorang dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik itu
kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih serta
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan memiliki pekerjaan yang memadai
yang dapat menunjang kualitas hidupnya sehingga memiliki status sosial yang
mengantarkan pada status sosial yang sama terhadap sesama warga lainnya . Kalau
menurut HAM, maka definisi kesejahteraan kurang lebih berbunyi bahwa setiap
laki laki ataupun perempuan, pemuda dan anak kecil memiliki hak untuk hidup
layak baik dari segi kesehatan, makanan, minuman, perumahan, dan jasa sosial,
jika tidak maka hal tersebut telah melanggar HAM.
2. Kesejahteraan dalam Pandangan Islam
Dalam Kamus Besar Indonesia sejahtera
adalah aman,
sentosa, damai, makmur, dan selamat (terlepas) dari segala macam gangguan,
kesukaran, dan sebagainya. Pengertian ini sejalan dengan pengertian “Islam”
yang berarti selamat, sentosa, aman, dan damai. Dari pengertiannya ini dapat
dipahami bahwa masalah kesejahteraan sosial sejalan dengan misi Islam itu
sendiri. Misi inilah yang sekaligus menjadi misi kerasulan Nabi Muhammad Saw,
sebagaimana dinyatakan dalam ayat yang berbunyi :
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
seluruh alam.” (Q.S. al-anbiyâ’ [21]: 107).
Seluruh aspek ajaran Islam ternyata selalu terkait dengan
masalah kesejahteraan sosial. Hubungan dengan Allah misalnya, harus dibarengi
dengan hubungan dengan sesama manusia (habl min Allâh wa habl min an-nâs). Demikian
pula anjuran beriman selalu diiringi dengan anjuran melakukan amal saleh, yang
di dalamnya termasuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Selanjutnya, ajaran Islam
yang pokok (Rukun Islam), seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat,
puasa, zakat, dan haji, sangat berkaitan dengan kesejahteraan sosial.
Upaya mewujudkan kesejahteraan sosial merupakan misi
kekhalifahan yang dilakukan sejak Nabi Adam As. Sebagian pakar, sebegaimana
dikemukakan H.M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran, menyatakan
bahwa kesejahteraan sosial yang didambakan al-Quran tercermin di Surga yang
dihuni oleh Adam dan isterinya sesaat sebelum mereka turun melaksanakan tugas
kekhalifahan di bumi.[12]
Kesejahateraan sosial dalam islam adalah pilar terpenting
dalam keyakinan seorang muslim adalah kepercayaan bahwa manusia diciptakan oleh
Allah SWT. Ia tidak tunduk kepada siapapun kecuali kepada Allah SWT. (Q.S.
Ar-Ra’du:36) dan (Q.S. Luqman: 32). Ini merupakan dasar bagi piagam kebebasan
sosial Islam dari segala bentuk perbudakan. Menyangkut hal ini, Al-Qur’an
dengan tegas menyatakan bahwa tujuan utama dari misi kenabian Muhammad SAW.
adalah melepaskan manusia dari beban dan rantai yang membelenggunnya (Q.S.
Al-A’raaf:157)[13].
Islam mengakui pandangan universal bahwa kebebasan
indiviu merupakan bagian dari kesejahteraan yang sangat tinggi. Menyangkut
masalah kesejahteraan individu dalam kaitannya dengan masyarakat.
2.4.2 Prinsip dan Faktor Kesejahteraan
Maka dapat diambil sebuah kesimpulan dari penjelasan
diatas bahwa prinsip-prinsip kesejahteraan adalah:
1.
Kepentingan masyarakat yang lebih luas harus didahulukan dari kepentingan individu.
2. Melepas kesulitan
harus diprioritaskan dibanding memberi manfaat.
3. Kerugian yang besar
tidak dapat diterima untuk menghilangkan yang lebih kecil. Manfaat yang lebih
besar tidak dapat dikorbankan untuk manfaat yang lebih kecil. Sebaliknya, hanya
yang lebih kecil harus dapat diterima atau diambil untuk menghindarkan bahaya
yang lebih besar, sedangkan manfaat yang lebih kecil dapat dikorbankan untuk
mandapatkan manfaat yang lebih besar.
Kesejahteraan individu dalam kerangka etika Islam diakui
selama tidak bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar atau
sepanjang individu itu tidak melangkahi hak-hak orang lain. Jadi menurut
Al-Qur’an kesejahteraan meliputi faktor:
1. Keadilan dan
Persaudaraan Menyeluruh.
2. Nilai-Nilai Sistem
Perekonomian.
3. Keadilan Distribusi
Pendapatan.
2.5 Tujuan Ekonomi Islam
Islam memiliki seperangkat
tujuan dan nilai yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk
didalamnya urusan sosial, politik dan ekonomi. Dalam hal ini tujuan Islam
(Maqasid al-Syar’i) pada dasarnya ingin mewujudkan kebaikan hidup di dunia dan akhirat.10 Dalam pada itu, permasalahan ekonomi
yang merupakan bagian dari permasalahan yang mendapatkan perhatian dalam ajaran
Islam, tentu memiliki tujan yang sama yakni tercapainya maslahah di dunia dan
akhirat.
Beberapa pemikiran tokoh Islam mengenai tujuan dari ekonomi Islam dapat
dijabarkan dalam uraian sebagai berikut. Dr. Muhammad Rawasi Qal’aji dalam
bukunya yang berjudul Mabahis Fil Iqtishad Al-Islamiyah menyatakan bahwa tujuan
ekonomi Islam pada dasarnya dapat dijabarkan dalam 3 hal, yakni :
Mewujudkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara Pertumbuhan ekonomi merupakan
sesuatu yang bersifat fundamental, sebab dengan pertumbuhan ekonomi negara
dapat melakukan pembangunan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam
rangka menumbuhkan pertumbuhan ekonomi dalam Negara adalah dengan jalan
mendatangkan investasi. Berbicara tentang pembangunan, Islam memiliki konsep
pembangunan tersendiri yang di ilhami dari nilai-nilai dalam ajaran Islam.
Dalam hal ini konsep pembangunan ekonomi yang ditawarkan oleh Islam adalah
konsep pembangunan yang didasarkan pada landasan filosofis yang terdiri atas
tauhid rububiyah, khilafah dan tazkiyah.
Mewujudkan
kesejahteraan manusia Terpenuhinya kebutuhan pokok manusia dalam pandangan
Islam sama pentingnya dengan kesejahteraan manusia sebagai upaya peningkatan
spiritual. Oleh sebab itu, konsep kesejahteraan dalam Islam bukan hanya
berorientasi pada terpenuhinya kebutuhan material-duniawi, melainkan juga
berorientasi pada terpenuhinya kesejahteraan spiritual-ukhrowi. Menurut Umer
Chapra, keselarasan kesejahteraan individu dan kesejahteran masyarakat yang
senantiasa menjadi konsensus ekonomi Islam dapat terealisasi jika dua hal pokok
terjamin keberadaannya dalam kehidupan setiap manusia. Dua hal pokok tersebut
yaitu Pelaksanaan nilai-nilai spiritual Islam secara keseluruhan untuk individu
maupun masyarakat dan Pemenuhan kebutuhan pokok material manusia .
Bagi Islam, kesejahteraan
manusia hanya akan dapat terwujud manakala sendi-sendi kehidupan ditegakkan di
atas nilai-nilai keadilan. Dalam hal ini, konsep keadilan dalam ekonomi Islam
bermakna dua hal yakni Bentuk keseimbangan dan porsi yang harus dipertahankan
di antara masyarakat dengan mengindahkan hak-hak setiap manusia. Bagian yang
menjadi hak setiap manusia dengan penuh kesadaran harus diberikan kepadanya.
Dalam hal ini, yang di tuntut ekonomi Islam adalah keseimbangan dan porsi
yang tepat bukan persamaan. Oleh karena
itu , konsep kesejahteraan dalam Islam yang di atas dikatakan sebagai upaya untuk
menselaraskan kepentingan dunia dan akhirat merupakan ciri pokok tujuan ekonomi
Islam yang sekaligus di sisi lain membedakan konsep kesejahteraan ekonomi Islam
dengan sistem ekonomi lain seperti kapitalisme yang berorientasi pada
materialisme individual dan sosialisme yang berorientasi pada materialisme
kolektif.
Mewujudkan sistem distribusi
kekayaan yang adil Dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang sudah menjadi
ketentuan bahwa setiap manusia memiliki kemampuan dan kecakapan yang
berbeda-beda. Namun demikian perbedaan tersebut tidaklah dibenarkan menjadi
sebuah alat untuk mengekspliotasi kelompok lain. Dalam hal ini kehadiran
ekonomi Islam bertujuan membangun mekanisme distribusi kekayaan yang adil
ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, Islam sangat melarang
praktek penimbunan (ikhtikar) dan monopoli sumber daya alam. Konsep distribusi kekayaan yang
ditawarkan oleh ekonomi Islam dalam hal ini antara lain dengan cara Menciptakan
keseimbangan ekonomi dalam masyarakat. Keseimbangan ekonomi hanya akan dapat
terwujud manakala kekayaan tidak berputar di sekelompok masyarakat. Oleh karena
itu, dalam rangka menciptakan keseimbangan ekonomi, Islam memerintahkan
sirkulasi kekayaan haruslah merata tidak boleh hanya berputar di sekelompok
kecil masyarakat saja.
Sementara itu, pakar lain
juga berpendapat bahwa tujuan ekonomi Islam tidak lain adalah mendorong
tercapainya kesejahteraan dan keberhasilan di dunia dan akhirat. Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Amin Akhtar yang menyatakan tujuan ekonomi Islam
hanya dapat dipahami dalam konteks pandangan hidup Islam secara keseluruhan.
Oleh karena itu, pada hakekatnya ekonomi Islam merupakan sistem yang
berlandaskan pada nilai-nilai keadilan , kedermawanan, kemanfaatan serta
kebajikan dan kemakmuran. Nilai-nilai tersebut jika dirujuk
dalam Al-Qur’an, maka akan di dapat beberapa nash yang melegitimasi nilai-
nilai di atas. Nilai keadilan dapat dijumpai dalam Al-Qur’an surah An-Nisa: 135
yang menyatakan :
Artinya : ”…. dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya.
Bagi Amin Akhtar konsep keadilan
dalam Islam meliputi 3 hal pokok yakni keadilan dalam produksi (al-intaj),
keadilan dalam konsumsi (al-istihlaq) dan keadilan dalam Distribusi
(al-Tauzi’). Keadilan dalam produksi berorientasi pada pengakuan hak manusia
mencari nafkah sesuai dengan kemampuan, kecakapan dan bakat alam, namun tidak
memperkenankan merusak moral dan tatanan sosial.
Keadilan
dalam konsumsi berorientasi pada pelarangan segala bentuk pengeluaran yang
dapat merusak moral dan masyarakat, seperti minuman keras, zina dan semua
bentuk pengeluaran yang dapat merusak jiwa. Sedangkan keadilan dalam distribusi
berorientasi pada keharusan terwujudnya pemerataan kekayaan dan faktor
produksi. Di sisi lain, M. Umer Chapra berpendapat tujuan sistem ekonomi Islam
adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahterah. Dengan
kata lain, bagi chapra keberadaan ekonomi Islam merupakan upaya merealisasikan
pandangan hidup Islam (World Vieu) yang di gali dari maqasid al-syar’I.
Dengan kata
lain, bagi chapra mekanisme filter moral di sini mengharuskan setiap komponen
masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam hanya diorientasikan dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat bukan tujan lainnya. Suatu sistem
motivasi yang kuat yang mendorong individu agar berbuat sebaik-baiknya bagi kepentingannya sendiri
dan masyarakat. Restrukturisasi seluruh ekonomi, dengan mewujudkan maqasid.
Peran pemerintah yang berorientasi tujuan yang positif dan kuat.Tidak jauh
berbeda dengan tokoh sebelumnya, Taqiyuddin an-Nabhani dalam maqnum opusnya ”
al-Nidzami al-Iqtishadi fi al-Islam ” menyatakan bahwa keberadaan ekonomi Islam
memiliki tujuan mewujudkan sistem tata kelolah harta kekayaan yang selaras
dengan ajaran Islam, dalam rangka menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Pandanag Taqiyuddin tersebut, tidak bisa kita lepaskan dari konsepsinya
mengenai istilah ekonomi. Menurut Taqiyuddin, istilah ekonomi berasal dari
bahasa Yunani kuno yakni greek yang memiliki arti mengatur urusan rumah tangga. Berakar dari pengertian tersebut,
Taqiyuddin menyatakan bahwa ekonomi Islam bermaksud memberikan aturan dasar
yang berkaitan dengan tata cara mengatur urusan harta kekayaan. Oleh karena
itu, permasalahan pokok yang ditangani oleh ekonomi Islam terkait pengaturan
harta kekayaan tadi, dijabarkan dalam 3 permasalahan pokok yang terdiri atas
kepemilikan (al-milkiyah), pengelolaan kepemilikan (tasharuf al-milkiyah) dan
mekanisme distribusi harta yang adil di manusia.
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Prinsip ekonomi adalah pokok-pokok dasar berpikir untuk
mengatur asa-asas produksi, distribusi
dan pemakaian barang-barang serta kekayaan yang dipakai untuk perindustrian dan
perdagangan baik untuk individual ataupun kelompok.
2. Prinsip ekonomi non islam merupakan suatu sistem ekonomi yang
dipakai tanpa menggunakan aturan – aturan agama islam dan cendrung lebih
mementingkan kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok.
3. Prinsip ekonomi islam merupakan suatu sistem ekonomi yang
dipakai dengan berdasarkan aturan-aturan agama islam dan tidak bersifat
mementingkan kepentingan tertentu.
4. Dasar-dasar pengukuran laba dalam islam di tentukan melalui
Taqlib dan Mukhtarah (interaksi dan resiko), Al-Muqabalah, keutuhan modal
pokok, laba dari produksi, dan penghitungan nilai barang diakhir tahun.
5. Agama islam mempunyai beberapa masalah dalam mnejalankan sistem
ekonomi islam yaitu, jenis barang dan jasa yang di hasilkan, sistem organisasi
produksi barang dan jasa, sistem distribusi yang dipakai, pencapaian tingkat
efisiensi, dan pencegahan inflasi dan defresi.
6. Kesejahteraan individu dalam kerangka etika islam diakui selama
tidak bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar atau sepanjang
individu itu tidak melangkahi hak-hak orang lain.
7. Tujuan ekonomi islam diantaranya yaitu mewujudkan pertumbuhan
ekonomi dalam Negara, karena pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang
bersifat pundamental, sebab dengan pertumbuhan ekonomi Negara dapat melakukan
pembangunan, mewujudkan kesejahteraan dan keberhasilan di dunia serta di
akhirat dan mewujudkan sistem distribusi kekayaan.
3.2 Saran
Sistem ekonomi
islam merupakan perwujudan dari paradigma islam. Pengembangan sistem ekonomi
islam ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai
kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi
yang telah ada. Islam diturunkan kemuka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur
hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat didunia
dan akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Ketentraman hidup tidak hanya
sekedar dapt memenuhi kebutuhan hidup secara limpah ruah didunia tetapi juga
dapa memenuhi kebutuhan sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi kita harus mampu
menyeimbangkan Antara keutuhan di dunia dan kebutuhan di akhirat.